Memulai usaha dengan menggadaikan tiga gram perhiasan milik sang
istri, kini bisnis kerajinan payet mote milik Paidi Hadiwarsito (56)
semakin berkembang.
Warga Dusun Gemblongan, Desa Troso, Kecamatan Karanganom tersebut bahkan bisa menunaikan ibadah haji, dari hasil tabungannya.
Ditemui di kediamannya, Paidi bersama sang istri sedang sibuk merangkai mote (manik-manik) pada sehelai kain beludru hitam.
Ia
mengatakan, kerajinannya itu diaplikasikan sebagai penghias pada baju
pengantin dan pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.
Dirinya
berkisah, pada awal usaha ia terbilang nekat. Pada saat dirinya menjual
perhiasan sang istri. Saat itu tiga kilogram perhiasan, hanya dihargai
dengan Rp 150 ribu.
Menggunakan modal tersebut, ia membeli
sepasang kain beludru dan mote. Tidak disangka, kerajinan yang dijahit
sendiri oleh sang istri Nurul Chomsatun (48) laku.
"Modalnya ya itu, dari jualan tersebut akhirnya bisa berkembang," ujarnya.
Nurul
mengaku, pada saat permulaan usaha, dirinya menjahitkan manik-manik
mote hingga tengah malam. Sedangkan pada siang hari, dirinya menjaga
anak-anaknya.
Sementara sang suami, mencari ikan untuk kemudian dijual sebagai kebutuhan sehari-hari.
Ia
menambahkan, semua bahan kerajinannya, diperoleh dari Pasar Tanah Abang
Jakarta. Hal itu karena alasan harga yang lebih "miring".
Kini
setelah 34 tahun berusaha, pasangan ini telah menjalankan usahanya
secara mandiri. Paidi mengungkapkan hasil kerajinannya, dihargai antara
Rp 750 hingga R 1,2 juta, bergantung kualitas.
Harga tersebut bisa melambung, jika sampai kepada pedagang di Tanah Abang ataupun DI Yogyakarta.
Selasa, 09 Desember 2014
Home »
Inspirasi
,
Motivasi
,
Peluang Usaha
» Bermodal Rp 150 Ribu, Kini Kerajinan Payet Paidi Dihargai Rp 1,2 Juta
Bermodal Rp 150 Ribu, Kini Kerajinan Payet Paidi Dihargai Rp 1,2 Juta


0 komentar:
Posting Komentar