Persaingan usaha di sektor fesyen, termasuk produk sepatu, makin
sengit di pasar dalam negeri. Tidak saja harus bersaing dengan sesama
produk lokal, para pebisnis sepatu di negeri ini juga harus berebut
pasar dengan sepatu impor yang membanjir. Oleh sebab itu, para pelaku
usaha sepatu lokal harus pandai-pandai mengatur strategi bisnis agar
bisa bersaing.
Padahal, tidak sedikit para pelaku usaha sepatu lokal ini adalah
pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Contohnya saja Leni Ellen
Aggraeni, pengusaha sepatu dengan brand Vonny&Ellen. Dia bilang,
untuk bisa bersaing dengan merek asing yang menyesaki pasar Indonesia,
Leni mencoba mempertahankan kualitas produk buatannya dengan menggunakan
bahan baku kayu terpilih. "Saya menggunakan kayu khusus yang sifatnya
ringan dan tidak membuat kaki pengguna menjadi pegal," ujarnya.
Dia juga gencar berpromosi melalui ajang pameran kerajinan dan di
berbagai media digital. Ini membuatnya bisa mencakup pasar yang lebih
besar.
Saat ini, Leni telah mampu menjual sekitar 5.000 pasang sepatu dalam
sebulan ke berbagai daerah di Indonesia. Harga jual produknya mulai dari
Rp 159.000 hingga Rp 500.000 per pasang. Dalam sebulan dia bisa
mencetak omzet hingga ratusan juta rupiah.
Tidak jarang dia juga memberikan harga khusus dalam momen tertentu
atau kepada pelanggan khusus. "Sebab, saat ini sudah banyak yang perang
harga," tegas Ellen. Persaingan usaha sepatu di wilayah Bandung saja,
menurut Leni, sudah sangat ketat. Jadi, dia harus pintar-pintar membaca
peluang dan membaca minat pasar.
Apa yang dihadapi Ellen juga dihadapi pengusaha sepatu lainnya,
Taufik Rahman. Agar bersaing, Taufik memiliki strategi menggunakan
bahan baku sepatu yang tidak banyak digunakan pengusaha lain, contohnya
kulit ikan, kulit ular, dan biawak. Strategi ini manjur. Tidak hanya
laku di dalam negeri, sepatu buatannya berhasil menembus pasar luar
negeri.
Selain itu, Taufik juga memutuskan menggunakan brand Parker untuk
produk sepatunya. "Langkah ini juga menjadi strategi tersendiri karena
bisa mendongkrak penjualan di dalam negeri, karena sebagian orang
Indonesia lebih suka menggunakan produk yang kebarat-baratan," katanya.
Laki-laki asal Jombang, Jawa Timur, ini mengaku hingga kini belum
bisa memenuhi seluruh pesanan konsumen yang datang. Padahal, kapasitas
produksinya sudah mencapai 1.000 pasang per bulan.
Parker sudah mulai dipasarkan pada tahun 2010 lalu. Taufik mengklaim,
sepatu kulit buatannya bisa ditemukan di etalase butik fashion di
Eropa. Dia memang membidik pasar kelas atas untuk produk sepatu
kulitnya. Taufik membanderol harga jual sepatunya mulai dari Rp 2,5 juta
sepasang. Dalam sebulan, Taufik dapat mengantongi omzet ratusan juta
rupiah dengan laba usaha lebih dari 50% dari harga jual.
0 komentar:
Posting Komentar