Saluran
televisi dan laman Youtube yang bisa diakses dari segala penjuru dunia
akhir-akhir ini dibanjiri oleh "sadvertising", iklan bernuansa sedih dan
mengharukan. Iklan-iklan ini menyuguhkan cerita inspirasional,
emosional, dan tidak jarang mengundang tangis.
Fenomena tersebut disadari oleh kontributor Fastco Create, Rae Ann
Fera. Mengapa iklan semacam ini mulai sering kita saksikan? Alasannya
sederhana, karena iklan tersebut berhasil menggaet pasar.
"Ahli
neuroscience (ilmu syaraf) menawarkan lebih banyak bukti bahwa
pendekatan yang lebih 'lembut' untuk berjualan telah benar-benar
berhasil. Argumen antara hati melawan kepada dalam periklanan bukan hal
baru, tentu saja," ujar Fera dalam artikelnya.
Hal
senada juga disadari oleh pendiri dan Chief Creative Officer perusahaan
periklanan Barton F. Graf 9000, Gerry Graf. Dia bahkan bercerita bahwa
salah satu klien meminta perusahaannya membuat iklan yang mampu membuat
penontonnya menangis.
Graf mengatakan, "(Iklan semacam) ini ada di mana-mana. Emosional
menjadi buzzword (kata kunci) akhir-akhir ini. Saya mendengarnya
sepanjang waktu dari klien-klien saya. Saya pernah memiliki seorang
klien yang mengatakan pada saya, 'Saya mau membuat iklan yang membuat
orang menangis.'"
Menurut hemat Graf, para pemilik perusahaan mulai menyadari bahwa
video dan iklan yang mengundang tangis jauh lebih banyak dibagi dan
lebih banyak mendapat perhatian masyarakat. Namun, muncul pertanyaan
lain, mengapa masyarakat menyukai iklan semacam ini?
"Saya rasa kita hidup dalam dunia yang sangat digital, selalu
tersambung dengan internet, namun kita masih merasa disconnected
(terpisah) dari orang lain. Sebagai manusia, kita mencari hubungan
antarmanusia yang sebenarnya dan saya pikir cara bercerita yang
emosional tersebut mampu membantu menjembatani hal tersebut," ujar Chief
Creative Officer 180, William Gelner.
Menurut
hemat Gelner, membuat iklan yang menguras air mata penontonnya
sebenarnya bukan hal baru. Hanya saja, dulu masyarakat belum punya
televisi di saku mereka. Kini, siapa pun dan kapan pun bisa menyaksikan
"televisi" lewat telepon genggamnya. "Saya rasa ada hubungannya dengan
itu. Anda kini bisa mengkonsumsi cerita tersebut di mana pun Anda
berada," ujarnya.
Hal senada disampaikan pula oleh ECD Saatchi & Saatchi, Peter
Moore Smith. "Saya percaya bangkitnya hasil kerja yang emosional karena
iklan yang menimbulkan respon emosional lebih shareable (lebih
mudah dibagi). Titik yang membuat Anda tersenyum atau bahkan tertawa
bisa menjadi menarik jika dikerjakan dengan baik. Namun, hal yang
membuat Anda merasakan sesuatu yang lebih dalam, selama tidak memualkan
atau manipulatif, merupakan sesuatu yang ingin Anda bagi," ujarnya.
Lantas, berdasarkan komentar ahli dan para pelaku periklanan, dapat
disimpulkan bahwa iklan semacam ini memang ada dan wajar. Keberadaan
"sadvertising" tidak perlu disanggah dan tidak perlu ditolak. Namun, ada
hal-hal yang perlu dilakukan agar masyarakat tidak mudah jemu mendapati
iklan semacam ini.
EVP dan Chief Creative Officer RPA Joe Baratelli mengungkapkan bahwa
"sadvertising" harus tetap segar dan cerdas. Baratelli, yang sudah lama
bekerja untuk bagian kreatif Honda, menekankan bahwa sudah ada begitu
banyak cerita sedih. Maka itu, cerita sedih dalam iklan harus dijaga
kesegarannya.
Bagaimana pun cara insan pariwara menyajikan hasil kerjanya dalam
merepresentasikan citra sebuah produk, pada akhirnya kualitas juga yang
berbicara. Executive Creative Director Wieden+Kennedy, Joe Staples,
mengatakan, "Jika kita jujur dan rendah hati, serta penuh rasa
keingintahuan dan bekerja keras, hasil kerja kita akan berakhir sangat
sesuatu. Mungkin sangat lucu, mungkin sangat menganggu, mungkin sangat
sedih, sangat emosional, atau sangat konyol. Hal itu akan sangat kuat
pengaruhnya karena emosinya nyata dan saya pikir seharusnya itulah
tujuannya."
0 komentar:
Posting Komentar